Sebuah Permintaan

Oleh : Barlian Juliantoro
Departemen KASTRAD-KPMD



Pagi-pagi buta ayah membangunkan aku yang sedang terlelap tidur. Waktu itu aku kelas enam SD. Aku ingat betul bagaimana ayah membangunkanku dan aku pun bangun.
Setelah itu ayah menyuruhku untuk membantunya mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaannya karena pekerjaan beliau hanya seorang penjaga sekolah SD yang sudah 20 tahun bekerja tapi tak pernah diangkat untuk jadi PNS, walaupun beliau setengah mati memperjuangkannya. Pekerjaan sampingannya adalah menjadi hansip dilingkungan RT serta tukang sampah yang melakukan tugas dinasnya pada hari minggu..

Pada saat itu, aku dengan setengah hati mencoba untuk membuka mataku, tetapi pada akhirnya aku pun terlelap kembali. Sebenarnya ayah menyuruhku untuk mengepel sebuah kelas, tetapi karena aku tak mau jadi aku tidur lagi. Ayah kembali kepekerjaannya tanpa ditemani olehku. Setelah ayah selesai bekerja aku bangun dan langsung menuju kamar mandi untuk bersiap-siap ke sekolah. Aku berangkat dengan perasaan biasa saja mengingat tadi pagi aku menolak suruhan dari ayahku. Aku belajar seperti biasa dan melihat ayahku berseliweran kesana kemari seperti biasanya.

Saat waktu mendekati jam istirahat, "DHUUUUUARRR!!!!!!!!!"....
......

Seketika itu juga, orang-orang berhamburan keluar dari dalam kelas. Akupun tak tahu apa yang terjadi sampai akhirnya aku hanya mendengar dari temanku bahwa ada tawuran, tetapi.....

Ternyata itu adalah awal dimana aku akan berpisah dengan ayahku. Suara itu berasal dari ledakan kompor minyak dirumahku. Aku langsung lari menuju rumahku dan melihat ayahku yang tampak berdiri tegak dengan sekujur tubuhnya penuh dengan luka bakar. Sampai-sampai terlihat daging putih karena badannya melepuh. Tak ada yang bisa kuperbuat selain melihatnya dari jauh dan terdiam.

Aku kembali menuju kekelasku dengan perasaan yang tak menentu. Aku duduk, menundukkan kepala dan menangis. Aku tak tahu lagi harus bagaimana. Sampai sekolah berakhir baru aku bisa melihat ayahku yang sudah diantarkan oleh seorang dermawan ke sebuah rumah sakit. Sepanjang perjalanan aku terus mengeluarkan air mata. Aku tak memikirkan apa-apa lagi kecuali ayahku. Sampai disana aku tak bisa membendung lagi air mataku. Kulihat ayahku dengan wajah khas dan senyum yang masih merekah ditengah kesakitannya dan disekujur tubuhnya dibalut oleh perban.
Ayah berkata padaku untuk tidak menangis, karena bila aku menangis akan membuatnya sedih. Aku pun berhenti menangis dan terpaku melihat wajahnya..

Sampai suatu ketika beliau harus dipindahkan ke rumah sakit yang lebih besar untuk mendapatkan perawatan yang lebih lanjut. Hampir setiap hari aku ke rumah sakit sepulang bermain futsal dengan harapan bisa melihatnya. Dan ayahku sudah masuk ke dalam ruangan steril yang hanya orang-orang tertentu yang diperbolehkan masuk kesana. Aku hanya bisa melihatnya dibalik jendela. Ayahku masih sempat melambaikan tangannya kearahku menandakan bahwa beliau menyadari keberadaanku. Mungkin itu adalah lambaian tangannya yang terakhir untukku. Ibuku selalu standby disana. Setiap aku tiba disana, aku bisa menahan air mataku dan orang-orang disekitarku selalu memelukku dan menyemangatiku.

Sampai akhirnya hanya seminggu ayahku dipanggil oleh ALLAH YANG MAHA KUASA....

Dan akhirnya aku menyadari bahwa pagi-pagi buta waktu itu adalah permintaannya yang terakhir untukku yang ku abaikan, dan senyumnya dirumah sakit adalah yang terakhir untukku..

Apakah aku bisa mengulangi saat itu dan melaksanakan semua permintaannya??

Sekali lagi pada hari ini aku rindu pada ayahku yang hebat...




_Departemen Komunikasi dan Informasi-KPMD_

Popular posts from this blog

DIBALIK AYAT 19-20 SURAT AR-RAHMAN. KAMU HARUS TAU!!!

Kebakaran Besar, 60.000 Pemukim Ilegal Yahudi Dievakuasi dari Haifa